Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Omnibus Law adalah suatu model legislasi yang baru belakangan ini muncul dalam diskursus hukum di Indonesia, karena memang berasal dari tradisi hukum Anglo-Saxon sehingga tidak lazim terdapat dalam sistem hukum kita yang menganut tradisi hukum Eropa Kontinental. Model legislasi semacam ini pun tidak diajarkan secara luas dalam pendidikan tinggi hukum kita. Dengan demikian, wajar jika banyak pihak baru mulai mempelajarinya dan masih terus memperdebatkannya. Sayangnya, kalangan akademisi dan praktisi hukum kita terkesan kurang responsif dan giat dalam meramaikan diskursus ini.
Omnibus Law bukan hanya sekedar wacana, sebab pemerintah nyatanya sudah hampir rampung menyiapkan model legislasi ini dalam RUU Cipta Lapangan Kerja (RUU CLK). LBH Ansor sebagai organisasi bantuan hukum yang memiliki komitmen untuk memperjuangkan keadilan bagi masyarakat miskin, marjinal, dan buta hukum, senantiasa mengikuti perkembangan ini dan merasa perlu memberikan sumbang pikiran. Kami melihat Omnibus Law ini tidak hanya akan membawa pengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan investasi kita, tapi juga akan berdampak besar terhadap sistem hukum kita dan akan sangat menentukan hajat hidup orang banyak, antara lain: pekerja, petani, nelayan, masyarakat adat, kaum miskin, dan sebagainya, yang merupakan masyarakat target bantuan hukum.
Kami
menyoroti Omnibus Law dalam 2 (dua) aspek, yaitu 1. Aspek Formal (Proses
Legislasi);
dan 2. Aspek Material (Substansi Regulasi). Pada aspek formal, kami
menyayangkan proses
penyusunan RUU CLK yang dilakukan di dalam “ruang tertutup” dengan tidak
melibatkan dan mendengarkan aspirasi dari stakeholders. Kami bahkan mendengar
adanya kabar mengenai kewajiban untuk tidak membocorkan proses dan materi, yang
dituangkan dalam suatu nondisclosure agreement. Hal tersebut kemudian
menghambat publik luas untuk turut mengkaji aspek material dan pada
perkembangan selanjutnya bahkan telah menimbulkan kebingungan dan kegaduhan
akibat adanya kesimpangsiuran terkait materi regulasi yang beredar di
tengah-tengah masyarakat.
Memperhatikan hal-hal
tersebut di atas, seluruh jajaran LBH Ansor, dari mulai LBH Pengurus
Pusat Gerakan Pemuda Ansor, LBH Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor, dan LBH
Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor, yang terdiri dari 39 (tiga puluh
sembilan) kantor di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, dengan ini
meyampaikan pokok-pokok sikap dan
pandangan kami, sebagai berikut:
- LBH Ansor mendesak agar proses legislasi dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel. Proses legislasi tidak boleh dilakukan dalam “ruang tertutup”. Kami berpandangan bahwa produk perundang-undangan yang baik tidak mungkin dilahirkan dalam “ruang hampa” dengan tanpa memperhatikan dan mendengar aspirasi publik dan oleh karenanya secara tegas meminta agar pemerintah dan DPR RI membuka seluas-luasnya ruang pelibatan publik dalam setiap tahapan penyusunan RUU CLK, dari mulai penyusunan di tingkat kementerian sampai dengan pembahasan di DPR RI. Pelibatan publik ini juga penting untuk menghindarkan adanya kecurigaan-kecurigaan atas vested interests;
- LBH Ansor mengusulkan agar pemerintah dan DPR RI terlebih dahulu menyusun dan menyempurnakan naskah akademik RUU CLK yang didasarkan pada suatu kajian normative dan empirik, dengan melibatkan kalangan akademisi, praktisi, dan stakeholders;
- LBH Ansor berpandangan bahwa pemerintah dan DPR RI tidak perlu tergesa-gesa dalam mengesahkan dan mengundangkan RUU CLK yang di dalamnya terdapat ratusan pasal yang materi muatannya amat penting dan strategis. Pemerintah dan DPR RI semestinya dapat menghindari mengulang kesalahan dengan berkaca pada pengalaman dari proses pembahasan RUU KUHP yang mendapat penolakan publik secara luas;
- LBH Ansor mendorong kalangan akademisi dan praktisi hukum terlibat secara lebih aktif dalam meramaikan diskursus mengenai Omnibus Law. Kajian mengenai Omnibus Law perlu dilakukan secara netral dan obyektif agar kita mampu secara jelas membaca peluang dan tantangan model legislasi ini, terutama pengaruhnya dalam pembangunan sistem hukum Indonesia; dan
- LBH Ansor akhirnya perlu menegaskan kembali komitmen sebagaimana terdapat dalam moto kami: “Tegakkan Yang Adil!”. Dengan demikian, LBH Ansor akan mendukung Omnibus Law jika memberi kemanfaatan pada masyarakat dan bangsa Indonesia. Namun LBH Ansor akan secara tegas menolak jika Omnibus Law hanya akan menguntungkan segelintir kalangan Investor dan justru akan berpotensi merusak lingkungan, meminggirkan nilai-nilai budaya, makin mempersulit kehidupan kaum pekerja, dan merugikan hajat hidup orang banyak.
Demikian pokok-pokok sikap dan pandangan kami. Terima kasih atas perhatiannya.
Wallahul muwafiq ila aqwamith Thariq. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber : LBH Ansor Pusat