PALU – Tingkat kepatuhan masyarakat disiplin berlalulintas di wilayah hukum Sulawesi Tengah masih rendah alias memprihatinkan. Buntutnya dalam sehari tercatat satu nyawa melayang di jalan raya akibat kecelakaan lalulintas (Lakalantas).
Demikian diungkapkan Kepala Cabang PT. Jasa Raharja Sulteng, Teguh Afrianto, SE.MM dalam Podcast JMSI Sulteng yang dipandu Rony Sandhi selaku host, Selasa, 23 April 2024.
Kata orang pertama di Jasa Raharja Sulteng itu, berdasarkan data santunan korban meninggal dunia selama tahun 2023 jumlahnya mencapai 321 jiwa korban meninggal dunia.
“Bila diasumsikan dalam hitungan hari jumlah korban meninggal dunia dalam sehari hampir 1 nyawa melayang akibat lakalantas,” ungkap Teguh menggambarkan banyaknya korban yang diberi santunan.
Faktor rendahnya displin ini kata Teguh meliputi, mengendarai sepeda motor tidak menggunakan helm, surat ranmor mati alias tidak membayar pajak dan melanggar rambu-rambu.
Selanjutnya kata Teguh, ada tiga hal yang harus disiapkan sebelum berkendara yakni, siap diri atau kondisi kesehatan, siap kelengkapan surat-surat dan siap kendaraannya.
Bagi masyarakat yang biasa menggunakan angkutan umum kata Teguh, ada sejumlah ciri-ciri yang mudah dikenali antara lain, angkutan umum tersebut menggunakan plat kuning dan memiliki badan hukum.
“Masyarakat harus paham ketika menggunakan angkutan umum resmi maka bila terjadi musibah korbannya mendapatkan santunan sebagaimana diamanatkan UU No.33 tahun 1964,” tegasnya.
Masih ingat kecelakaan bus Borlindo di wilayah Sulawesi Barat tiga hari sebelum lebaran lalu, ada 4 orang korban meninggal dunia diketahui domisili di wilayah Sulteng.
“Kita menggunakan azas domisili karena korbannya warga Sulteng maka yang memberikan santunan Jasa Raharja wilayah Sulteng. Dua domisili di Donggala dan dua di Kota Palu,” tegas Teguh seraya menyebut masing-masing ahli waris menerima santunan Rp50 juta.
Terkait UU No.34 Tahun 1964 juga dijelaskan Kacab Teguh, bahwa korban kecelakaan lalulintas yang tidak dijamin bila terjadi kecelakaan tunggal misalnya menabrak tiang listrik atau masuk jurang akibat kelalaian sendiri.
Soal sepeda listrik yang akhir-akhir ini marak di jalanan kata Teguh, bila terjadi kecelakaan tunggal dan korbannya meninggal tidak dijamin oleh UU No. 34 Tahun 1964. (*)