memberitakan dan mengabarkan

Diduga, Objek Wisata Baru Pantai Mosing, Korbankan Mangrove Demi Ambisi Kota Satelite

SOALKAKITA, Parigi Moutong Pembangunan Objek Wisata baru Pantai Mosing didesa Sinei Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) mulai menuai masalah, objek wisata yang digadang gadang sebagai bakal salah satu kota Satelite didunia oleh Bupati Parimo ,Samsurizal Tombolotutu mulai memakan korban.

Sejumlah kepala Desa disekitar Objek Wisata Pantai Mosing telah diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Sulteng terkait penggunaan Dana Desa untuk pembiayaan pembukaan jalan baru menuju pantai Mosing.

Babat Mangrove Pakai Dana Desa, Kejati Sulteng Bidik Aktor Intelektualnya

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah tengah membidik aktor intelektual dari dugaan penyelewengan dana desa di lima desa di Kecamatan Tinombo Selatan,Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah.

Hal ini terungkap saat Kejaksaan Tinggi menggelar jumpa pers dengan awak media di Aula Baharuddin Lopa ,Kejati Sulteng ,Jumat (16/10/2020).

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulteng, Edward Malau SH membenarkan jika pihaknya sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi dana desa untuk pembukaan jalan baru dikawasan hutan Mangrove menuju pantai wisata Mosing milik Bupati Parimo, Samsurisal Tombolotutu.

Dalam konfrensi pers terungkap bahwa Kasus dugaan korupsi Dana Desa untuk pembukaan jalan ke hutan mangrove menuju Pantai Wisata Mosing, Desa Sinei Kabupaten Parigi Moutong, dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

“Setelah kurang lebih 1 bulan tim mengumpulkan fakta-fakta, tim telah menemukan perbuatan melawan hukum, sehingga kasusnya dinaikkan statusnya ke penyidikan,” kata Aspidsus, Edward Malau.

Ia menyebutkan, karena di penyidikan ini untuk mencari, adanya perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum ini, ditemukan dana desa yang tidak tepat penggunaannya/peruntukannya.

“Ada sekitar 5 desa menggunakan dana desanya untuk pembuatan jalan umum ke hutan mangrove menuju Pantai Wisata Mosing. Ini sudah menyalahi,” katanya.

Ia menambahkan, atas kasus dugaan korupsi dana desa ini pihaknya telah memeriksa kepala desa dan pihak-pihak terkait lainnya.

“Dari merekalah diperoleh keterangan adanya perbuatan melawan hukum, untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab, ” pungkasnya.

Penelusuran media ini diketahui kelima desa tersebut adalah Desa Sinei Induk,Desa Sinei Tengah, Desa Poli,Desa Tada Timur dan Desa Katulistiwa.

Bahkan, dari sumber terpercaya diketahui bahwa kelima desa tersebut mendapatkan kemudahan khusus dalam pencairan dana desa lebih awal tahap Pertama di bulan Januari 2020.

” dari jumlah dana desa yang dicairkan,sebagian diduga kuat diperuntukan sebagian buat program didesa sebagian lagi dipakai patungan membuka jalan didesa masing masing dengan tujuan akhir pantai Mosing ” ujar sumber yang meminta namanya tidak dimediakan.

Pantai Mosing Bakal Jadi Kota Satelite

Bupati Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Samsurizal Tombolotutu, mengungkapkan, bahwa saat ini Kabupaten Parimo membangun Kota Satelit kelima di dunia yang berlokasi di Pantai Mosing, Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan.

“Pembangunan Kota Satelit ke-5 di dunia itu merupakan salah satu program dominan pemerintah di tahun 2020 ini,” ungkap Samsurizal di Pantai Mosing, Desa Siney, seperti dikutip pada terbitan Metrosulawesi.Id pada Minggu (05/01/2020) silam.

Menurut Samsurizal , dipilihnya pantai Mosing sebagai tempat pembangunan kota satelit ke-5 dunia, karena pantai Mosing merupakan pusat satelit garis khatulistiwa dan berdekatan dengan tugu khatulistiwa.

“Kenapa saya pilih Pantai Mosing sebagai pembangunan kota satelit, karena satelit ini satu satunya yang ada di dunia nol derajat. Di tempat lain betul khatulistiwa nol derajat, tetapi lintang utara dan lintang selatan pasti berubah. Jika tidak berubah, bujur timur dan bujur barat pasti berubah. Tetapi kawasan satelit khatulistiwa di Pantai Mosing tidak berubah sama sekali,” dalih Samsurizal.

Selain direncanakan menjadi kawasan Satelit ke-5 di dunia, Pantai Mosing juga dirintis sebagai tempat wisata. Karena saat ini pantai Mosing sedang dalam pembangunan infrastruktur wisata, seperti pelebaran jalan menuju lokasi, pembuatan cottage, dan fasilitas lainnya.

Sayangnya, belakang hari terungkap bahwa pembangunan pelebaran jalan dan infrastruktur di pantai Mosing diduga kuat memakai Dana Desa beberapa Desa sekitar.

Parahnya, ribuan pohon Bakau atau Mangrove ditebang untuk kepentingan pembukaan akses jalan menuju pantai Mosing.

Ironinya, Dana yang dipakai mengeksekusi tumbuhan yang menjadi tempat berlindung berbagai flora dan fauna khas wilayah pesisir dicomot dari Dana Desa yang bersumber dari Pos APBN.

Walhi Kecam Pembabatan Mangrove di Timsel

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah pun angkat bicara terkait kegiatan pembukaan akses jalan baru menuju pantai mosing yang mengorbankan ribuan pohon Mangrove dipesisir desa Katulistiwa.

Ditemui dikantor Walhi Sulteng , Khaeruddin selaku Staf Kajian menyayangkan sikap pemerintah Parimo yang terkesan mengabaikan etika lingkungan dan aspek aspek ekologis dalam pembangunan.

Menurutnya, fungsi ekologis magrove salah satunya untuk mengatasi perubahan iklim, terutama seperti kondisi sekarang ini yang sudah semakin ekstrim.

” Mangrove juga sebagai penetralisir zat-zat beracun yang terkontaminasi di dalam laut juga menjadi ruang hidup bagi biota-biota laut yang menopang kehidupan masyarakat “jelas Khaeruddin.

Walhi menyoroti ketidak pedulian pemerintah Parimo terkait kepatuhan terhadap Perundang Undangan yang ada hubungannya dengan mengolahan dan pemanfaatan kawasan pesisir khususnya hutan Mangrove.

” Itukan mengabaikan aspek ekologis dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dan itu zona hutan magrove seharusnya punya izin pelepasan kawasan dari kementrian karena kawasan hutan itu penetapnya oleh mentri lingkungan hidup dan kehutanan ” tegasnya.

Secara kelembagaan,Walhi mengecam tindakan penebangan Mangrove terkhusus di Desa Katulistiwa Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parimo.

Dalam catatan Walhi, Kawasan hutan Mangrove di Sulawesi Tengah setiap tahunnya makin menyusut, bahkan ada yang telah diklaim menjadi aset pribadi.

Parahnya,hutan Mangrove banyak rusak akibat ulah operasi korporasi yang membuang limbah di laut dan pesisir pantai.

” terus terang saja di Sulawesi tengah ini hutan-hutan mangrove kita sudah sangat berkurang , ada yang di klaim secara pribadi , ada yang rusak karena oprasi korporasi limbah korporasi, itu semua yang sangat miris dan sangat di sayangkan ” katanya.

Terkait pelebaran jalan di Desa Katulistiwa yang mengorbankan hutan Mangrove, Walhi melihat bahwa belum ada faktor mendesak yang pantas dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuka akses jalan di atas hutan Mangrove.

“Kalau kita lihat disana (Tinombo Selatan) , seperti apa urgency pelebaran jalan itu? apakah disana sering terjadi kecelakaan atau kemacetan ? saya kira orang tinombo selatan lebih paham kondisi jalan mereka ini sama halnya lain penyakitnya lain juga obatnya jadi tidak menyelesaikan masalah ” kritiknya.

Ancaman Pidana Pelaku Babat Mangrove

Kegiatan membabat Mangrove untuk membangun jalan menuju pantai wisata Mosing diduga kuat melanggar sejumlah aturan, redaksi coba menyajikan sebagai faktanya sebagai berikut :

Berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil ,khususnya Pasal 35 tentang poin e,f dan g, menyebutkan larangan dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara langsung maupun tidak langsung.

Secara rinci larangan terkait hal ini pada point e disebutkan, Menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem manggrove yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kemudian, Poin F pasal tersebut menyebutkan, melakukan konversi ekosistem mangrove dikawasan atau zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil.

Lebih lanjut dalam poin g disebutkan, menebang manggrove dikawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan atau kegiatan lain.

Berdasarkan pasal 73 ayat 1poin b terkait ketentuan pidana dalam UU ini menyebutkan, menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konversi ekosistem mangrove, menebang manggrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf e, f, dan huruf g dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 2 Miliar, dan paling banyak Rp 10 Miliar.

Selain itu, merujuk pada Perda Nomor 2 Tahun 2011 Kabupaten Parigi Moutong, tentang Recana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Parigi Moutong 2010 – 2030 yang ditandatangani Longki Djanggola selaku Bupati Parigi Moutong saat itu.

Pasal 27 ayat 1 huruf  D poin 2

Tidak menyebutkan wilayah pesisir pantai mulai dari Desa Tada sampai Desa Khatulistiwa, sebagai taman wisata alam dan taman wisata alam laut dimana pada point tersebut menyebutkan, wisata alam pantai meliputi pasir putih Kayubura Pelawa, Pantai Formoza, Pantai Nadoli Silanga, pantai Bata Posona, Pasir Putih Tada Selatan, Pasir Putih Sidoan, Pasir Putih Ongka, Pantai Moian Palapi, dan Pasir Putih Sibatan

Kemudian, pada point 3 masih pada huruf  D lebih menegaskan kawasan pantai berhutan bakau seluas kurang lebih 7.043 Ha. Tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi, Ampibabo, Kasimbar, Toribulu, Tinombo Selatan , Tinombo, Tomini, Palasa, Taopa, Bolano Lambunu, Mepanga dan Moutong.

Pasal 27 ayat 1 huruf E point’ 3 nya menyebutkan, kawasan abrasi pantai terdapat pada Kecamatan Parigi, Siniu, Kasimbar, Tinombo, Tinombo Selatan , Tomini, Moutong dan Torue.

Kemudian, masih pada huruf e poin 4 pada pasal itu menyebutkan, kawasan rawan Tsunami pada seluruh kecamatan Pesisir Kabupaten Parigi Moutong.

Kemudian, lebih tegas lagi pada lampiran VI.A. Sistem Pengelolaan SDA Nasional pada Perda tersebut, disebutkan Kecamatan Tinsel termaksuk dalam wilayah rincian pantai nasional panjang garis pantai 30,34 Km.

Laporan : Tim Redaksi (Yoel,Akbar,Refoldi,Arie)

Redaktur : Heru

Tinggalkan Balasan